Saturday, March 10, 2007

DEMOKRASI ATAU DITADURA?

(Analisis Gaya Kepemimpinan Demokrasi dari perspektif Karakter Masyarakat Timor-Leste)

Bahasa Inggris : democracy: dari bahasa Yunani demos (rakyat) dan kratein (memerintah). Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Sebuah pengertian yang sangat menarik untuk disimak sekaligus memiliki kekuatan daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Letak kekuatan daya tariknya ada pada “pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat”. Pengertian ini menekankan rakyat menjadi aktor utama dalam pemerintahan serta kekuasaan politik dikembalikan pada rakyat itu sendiri sebagai subyek asali otoritas ini. Memang idealnya demokrasi demikian yakni pemimpin bangsa harus melalui suara mayoritas yang berasal dari rakyat dan oleh kesepakatan rakyat serta kembali untuk mengabdi kepada rakyat. Itulah sebabnya, John Locke (1632 – 1704) mengatakan pemerintahan harus merupakan hasil dari sebuah kesepakatan dari rakyat. Kesepakatan itu seyogyanya dirumuskan dalam peraturan dan hukum yang legal – formal dengan konsekuensi sanksi hukuman.

Namun pengertian ideal demokrasi di atas akan menjadi relatif bagaikan fungsi pisau ditangan rakyat. Pisau ditangan orang yang berkarakter penjahat akan digunakan untuk membunuh, pisau ditangan dokter akan digunakan untuk alat operasi yang bersifat menyelamatkan nyawa manusia. Jadi demokrasi berpotensi disetir oleh karakter rakyat dan pemimpinnya sesuai dengan kebutuhan dan tujuan bersama yang dikehendakinya. Hal ini juga tidak terlepas dari peranan karakteristik masyarakat yang terbentuk dari social budaya dimana mereka berada.

Itulah sebanya, demokrasi di Timor-Leste pada dasarnya sama dengan demokrasi di Amerika Serikat, paling tidak masih dalam hal teorinya saja. Dalam penerapannya sangat berbedah jauh, oleh karena karakteristik masyarakat kedua negara sangat berbeda untuk hal tertentu. Di Timor- Leste, sekedar melihat pengalaman dua dekade pemerintahan Fretilin pada masa lalu, nampak jelas karakteristik para pemimpin masih didominasi oleh campuran dua gaya kepemimpinan yakni kepemimpinan monarki yang cenderung ke ditadura, pada sisi lain dominan juga gaya kepemimpinan yang diadopsi dari para kolonialisme yakni pecah belah dan kuasailah (bhs Belanda: divide et impera), artinya pecah belah dan dikuasai oleh yang kuat, sementara yang lemah harus menghindar ke tempat-tempat pengungsian. Disinilah kepemimpinan demokrasi telah disetir oleh karateristik mentalitas masyarakat kita ke arah tirani dan oligarki. Sementara para calon pemimpin dari generasi baru cenderung propaganda besar-besaran dimana-mana untuk menunjukkan sifat eksistensi pada gaya kepemimpinan demokrasi, bila mereka dipercayai untuk memerintah negara ini pada pemilihan 2007 mendatang.

Namun demikian demokrasi sudah digunakan tahun-tahun sebelum masehi yakni sejak zamanya Filsuf Plato dan Aristoteles di bangsa Yunani dan pada tahun 1975-an dan tahun 2002 hingga sekarang, juga demokrasi masih tetap digunakan oleh para kandidat presiden Timor-Leste sebagai umpan untuk mengait suara mayoritas dari popularitasnya. Hal ini merupakan percikan dari demokrasi gelombang ketiga yang telah melanda di Portugal yang terkenal dengan istilah revolusi bunga atau bunga anyer pada 25 April 1974.

Setelah terjadinya bunga anyer tersebut, banyak putra/I Timor-Leste yang berpendidikan di Portugal kembali ke tanah air serta membentuk partai politik dengan warna demokrasi yang sangat kentara, misalnya partai ASDT, UDT dan APODETE, sementara Fretilin masih bersifat front revolusioner untuk kemerdekaan Timor-Leste, sedangkan partai lainnya masih enggan menggunakan demokrasi sebagai ciri khas mereka. Kendati demikian melalui demokrasi yakni suara masyarakat tetap diharapkan sebagai penentu partai politik untuk menjadi pemimpin bagi negara Timor-Leste.

Jadi melalui demokrasi masing-masing lider bergulat dengan tujuan untuk mengumpulkan suara mayoritas dari masyarkat. Pertanyaan sekarang adalah dalam kaitannya dengan karakter budaya kita, system kepemimpin demokrasi macam apa yang akan berhasil bertahan terhadap karakteristik barbarisme masyarakat ini?

Tentu untuk sebuah awaban atas pertanyaan di atas, ada kalanya kita sedikit berbeda pendapat. Apapun argumen kita, menurut hemat penulis, sejauh ini karakter pemimpin yang didominasi oleh gaya kepemimpinan para kolonialisme di tanah jajahan dan monarki yang mengacu pada ditadura dan tirani serta oligarki setidaknya masih sangat kentara di Timor-Leste. Gaya kepemimpinan ini dimungkinkan terjadi paling tidak untuk tiga hal penting, pertama karena mentalitas dan karakteristik baik pemimpin maupun karakteristik masyarakat sendiri belum memungkinkan juga dipimpin dengan system demokrasi. Menginggat ±450 tahun lamanya terbiasa dibawah pemerintahan otoriter kolonialisme Portugal dan pemerintahan monarki sebagai gaya pemerintahan yang dianggap original hingga saat ini. Sebagaimana pemerintahan monarki di negara lain sebelum tahun masehi, begitu pula di Timor-Leste, selalu diawali dengan adu kekuatan, raja yang kuat akan menaklukkan dan menguasai raja yang lemah secara paksa. Melalui demokrasi juga seolah kelompok yang kuat yang mayoritas pengikutnya dapat menaklukkan dan menguasai kelompok partai politik yang minoritasnya. Kelompok mayoritas yang berkuasa akan menggunakan kekuasaan dalam pemerintahannya itu untuk menetapkan strategi-strategi demi menghambat politik oposisi dalam proses politiknya. Sebagaimana isu pembagian sejata dari partai pemenang pemilu tahun 2002 untuk menghabisi lawan politiknya (baca: laporan komisi penyelidikan khusus dan independen untuk Timor-Leste: hal. 45 – 46). Sebagai balasannya, partai oposisi akan berusaha semaksimal mungkin, mengatur strategi juga bagaimana dapat menjatuhnya.

Jadi demokrasi di Timor-Leste oleh masyarakat justru menganggap sebagai lahan subur untuk saling aduh kekuatan dan saling menjarah, sebagaimana tahun 1975 dan 1999 dan 2006 baru-baru ini. Mentalitas jarah menjarah serta perang antar kelompok baik suku maupun antar partai politik serta antar group belah diri ini belum dapat digeser oleh teori demokrasi ala Amerika Serikat. Demokrasi berbenturan dengan karakteristis masyarakat pada umumnya di Timor-Leste. Itulah sebabnya demokrasi menghadapi tantangan berat dari karakteristik masyarakat itu sendiri.

Setidaknya pengalaman konflik internal F-FDTL awal tahun 2006 yang berdampak pada konflik nasional patut menjadi bahan refleksi yang logis. Ketika tentara nasional F-FDTL dan PNTL masih berfungsi, kejahatan dapat diredusir bahkan senjata dan seragam militer masih merupakan dimensi ketakutan tersendiri bagi masyarakat terkhusus para aktor kriminal yakni mereka yang hampir perkerjaan hariannya adalah mabuk-mabukan, penyodongan, perampasan serta jarah-menjarah. Namun ketika penarikan senjata PNTL maupun F-FDTL oleh pemerintah melalui pasukan internasional, kriminalitas pun muncul lengkap dengan berbagai jenisnya di kota Dili. Hasilnya adalah Dili menjadi lautan api di erah restorasi kemerdekaan ini. Mengapa? Dimana-mana rasa jengkel masyarakat muncul dengan sentilan yang berbunyi “pecah belah hancurlah, kita semua tidak akan menikmati kemerdekaan”. Mengapah semua ini terjadi? Siapakah yang akan dibersalahkan? Jawaban untuk dua pertanyaan ini cukup satu kata “demokrasi” artinya dari karakter rakyat oleh karakter rakyat untuk karakter rakyat. Rakyat yang memilih, pemimpin yang memulai aksi aduh domba, oleh rakyat sendiri yang menghancurkannya dan dampaknya untuk dialami oleh masyarakat kecil itu sendiri. Itulah sebabnya di berbagai tempat kegiatan simu malu, pemerintahan selalu menyeruhkan agar masyarakat secepatnya merealisasikan program pemerintah tentang simu malu. Tetapi hampir seluruh masyarakat mulai dari umur kurang lebih 7 tahun ke atas selalu berkata “lider sira mak halo, ami mak sofre”. Hal ini nampak jelas dalam berbagai wawancara TVTL sejak tahun 2006 hingga saat ini. Jadi krisis memang berawal dari aksinya para lider bangsa yakni menyerang mental masyarakat dengan strategi melempar isu melalui komunikasi yang bersifat konfrontatif di tengah masyarakat. Sesudah itu, isu yang konfrontatif itu dijadikan oleh masyarakat sebagai bahan pertengkarkan antara kelompok satu dengan kelompok yang lain dan terus berdampak pada kehancuran harta benda dan nyawa. Hal ini yang disebut dengan pemimpin menyerang psikis masyarakat, seterusnya masyarakat menyerang fisik (harta benda dan nyawa) antara masyarakat itu sendiri. (Baca: laporan komisi penyelidikan khusus dan independen untuk Timor-Leste. hal. 1 – 92).

Jelaslah sudah dimengerti bahwa krisis kesadaran nasionalisme sesungguhnya bukan hanya ada pada masyarakat saja, tetapi juga para lider pada umumnya. Atau dengan lain kata kesadaran nasionalisme subyektif belum terbentuk secara mandiri dalam jiwa baik pemimpin maupun masyarakat pada umumnya. Seolah-seolah kesadaran nasionalisme hanya mungkin ada bila dipaksakan dengan kekuatan system pemerintahan ditadura. Seandainya jika tidak mendatangkan komisi penyelidikan khusus dari PBB, tentu dosa tragedy Dili Lautan Api dapat dibebankan kepada “pihak ketiga”. Sementara pihak ketiga itu sendiri adalah utopis (baca: ada dalam angan-angan, tetapi tidak pernah jadi realita).

Dimana-mana cara komunikasi para pemimpin bangsa selalu membuat masyarakat pada taraf konfrontatif yang menuju pada pecah belah bangsa. Konflik antar partai politikpun kian hari kian memanas. Seterusnya hampir tidak pernah mendengar para oposisi memberikan semangat kepada para partai berkuasa untuk giat dalam program pembangunan. Hampir pula tidak pernah partai pemenang pemilu dalam pemerintahannya memberikan semangat kepada oposisi untuk turut mambantu dalam pembangunan bangsa. Justru sebaliknya baik partai berkuasa maupun oposisi bergulat terus-menerus merebut kekuasaan dengan bebagai cara sepanjang waktu - mencari kesempatan yang memungkinkan untuk saling menjatuhkan, tanpa mempertimbangkan dampak pada hancurnya bersatuan dan kesatuan bangsa. Jadi sudah membudaya di Timor-Leste untuk merebut kursi presiden dan perdana menteri dengan pengorbanan darah.

Jadi bukan rahasia lagi untuk mengatakan bahwa perpecahan yang akhir-akhir ini terjadi disebabkan karena pernyataan para lider bangsa itu sendiri. Pernyataan firaku dan kaladi yang diduga keluar dari mulut para lider F-FDTL dan dipertajam kembali dengan pernyataan Presiden Kay Rala Xanana Gusmao di hadapan petisionernya mengatakan “ita husi Manatuto to ba Oequsi milisi nia oan” melalui TVTL (televisaon Timor – Leste), konsekuensi dari pernyataan ini, masyarakat yang tidak mengerti langsung mengartikannya sebagai batasan tanah perang. Jadi memunculkan perang suku. Pada hal pernyataan sang presiden itu tidak bermaksud untuk memisahkan masyarakat. Namun tetap saja masyarakat yang masih berkarakteristik hambah penjajah ini menterjemahkan ke arah pecah belah dan hancurlah. Meskipun tidak semua, namun sebagian orang yang menamakan diri dari Loromonu yakni 10 Distrik bersatu, mulai pada bulan April 2006 menyerang dan menjarah serta membakar harta kekayaan masyarakat dari 3 Distrik yang berdomisili di kota Dili hingga April 2007 ini. Dimana-mana spanduk dipasang dengan tulisan “ami lakohi simu Iraq sira iha ami nia bairo”. Lebih menyakitkan lagi, pasukan perdamaian Australia yang didatangkan oleh pemerintah untuk sedikit menolong masyarakat Timor-Leste, justru oleh perintah para lider bangsa pula, mereka mulai memburuh dan membunuh kembali masyarakat yang sudah menderita di kamp-kamp pengungsian dengan alasan yang tidak serasi dengan misi mereka. Karena itu, Fernando Lasama, salah satu kandidat Presiden dari Partai Demokrasi dalam debat kandidat Presiden tertanggal 5 April 2007, menegaskan penolakan perilaku pembunuhan oleh pasukan Australia tersebut dihadapan 7 kandidat presiden lainnya.

kedua, Gaya kepemimpinan system demokrasi berbenturan dengan karakter barbarisme masyarakat Timor-Leste. Coba dianalisa secara jernih, Ramos Horta dengan medali perdamaian internasional saja, belum mapan dengan hanya menggunakan system kepemimpinan demokrasi dan damai dan kasih (domin no paz) untuk menghadapi masyarakat yang berkarakter perang dan jarah menjarah ini. Mungkin akan lebih baik lagi kehidupan pemerintahan dan masyarakat jika periode 2007 – 2012 ia menjadi presiden. Namun pengalaman Ramos Horta sebagai perdana menteri tahun 2006, membuktikan bahwa ia masih memerlukan kekuatan senjata dari tentara 14 negara sebagai kekuatan alternatif untuk mempertahankan demokrasi di Timor-Leste. Bagaimana mungkin memerintah dengan perdamaian dan kasih saja? Memang dilihat kuatintasnya hampir 99% mayoritas agama Kristen yang didik dengan dasar doktrin kasih Kristus. Namun persoalannya adalah gereja yang telah 500 tahun lebih lamanya memberitakan kasih melalui berita Injil Yesus Kristus saja baru berhasil menjadikan 99 % masyarakat Timor-Leste mengaku memiliki kasih Kristus. Tetapi sebaliknya 99% pula dari total Kristen belum berhasil memiliki kasih secara benar sesuai dengan kata Alkitab. Akhirnya gereja menetapkan tema sentral Natal tahun 2006 dengan judul “re-evangelisasi”. Apa artinya? Artinya adalah penginjilan ulang yakni berindikasi evangelisasi yang pertama selama 500 tahun lalu belum berhasil menjadi gaya hidup Kristen, kini diulangi lagi penginjilannya. Itulah sebabnya, tidaklah keliruh pula bila lider bangsa dengan pengalaman sertifikat Nobel Pedamaian, tidak dapat membendung arus timbulnya masalah.

Usaha menanamkan kasih (domin) selama 500 tahun saja belum semuanya berhasil mencantol sanubari masyarakat, bagaimana mungkin menanamkan damainya. Kasih (domin) harus mendahului damai, artinya tiada kasih yang berdimensi damai. Damai belum tentu berdimensi kasih. Jika ada yang berdamai tapi tidak didasari dengan kasih itu akan menghasilkan kedamian yang semu. Sudah terlalu banyak acara perdamaian baik dengan sumpah di depan para pastor maupun melalui acara perdamaian secara tradisional. Semua cara untuk memperoleh telah ditempuh, tetapi hasilnya adalah pembunuhan tetap hampir merata di sudut-sudut kota Dili bahkan dipusat-pusat kota Dili. Mengapa? Karena karakter pemimpin kita dan karakter masyarakat sebagai yang dipimpin masih didominasi oleh cirri-ciri temperamen bawaan yang terbentuk oleh karakter penjajah yang tidak mau mengalah. Itulah pertimbangannya, maka sepertinya perilaku gaya kepemimpinan campuran yakni dengan ditadura dan demokrasi barangkali lebih cocok untuk masyarakat Timor-Leste. Jadi dalam hal ini, kebijakan pemerintah mendatangkan pasukan perdamaian dari 14 negara untuk mengawasi proses demokrasi di Timor-Leste agak enggan untuk dibersalahkan. Sebab mustahil untuk waktu sekarang mengharapkan berakarnya demokrasi di tengah masyarakat yang masih bertingkahlaku barbarisme ini (baca: kejam, dan selalu menyimpang dari aturan), jika tanpa sedikit campur dengan ditadura.

Meskipun para lider mendapatkan dua kali penghargaan Nobel Perdamaian, boleh tiga empat orang mendapat nobel perdamaian dalam waktu sekali, tetapi tetap saja belum menjamin jalannya demokrasi akan seperti idealnya proses demokrasi di Amerika Serikat. Presiden Kay Rala Xanana Gusmao boleh memiliki karismatik dan symbol kesatuan dan karenanya selama ini kemana-mana selalu ditandu dengan rombongan tari-tarian, namun kepada wartawan Time-Timor edisi ke-V, ia masih mengatakan bahwa “saya sedikit kecewa karena masa akhir jabatan saya, masih banyak masalah yang belum dapat diselesaikan”. Fakta menunjukkan bahwa persoalan tidak terletak pada tidak menyelesaikan masalah itu, tetapi persoalannya adalah proses penyelesaian masalah itu sendiri yang dipermasalahkan oleh masyarakat. Jadi Alfredo dengan pengikutnya mempermasalahkan “proses penyelesaian masalah” yang diduga tidak adil. Bukan mempermasalahkan sudah atau tidaknya masalah diselesaikan. Bagi Alfredo dan pengikutnya tentu beranggapan bahwa masalah boleh sudah diselesaikan, tetapi melalui suatu proses yang tidak adil, maka selesainya masalah itu sendiri berakhir dengan masalah juga.


Jadi jelasnya adalah program sang pemimpin terpilih boleh banyak, pengalaman para lider bangsa boleh segudang, para kandidat boleh pandai meluluhkan hati masyarakat untuk memilih mereka. Namun tetap saja sang pemimpin akan dibawah ke dilemah persimpangan jalan. Sebagaimana pengakuan Ramos Horta dalam debat kandidat presiden tanggal 5 April 2007. Ramos Horta mengisahkan bagaimana ia menghadapi dilemah itu ketika hendak menyelesaikan masalah F-FDTL dengan petisioner. Sebagai perdana menteri, ia berusaha untuk mengembalikan 591 orang petisioner sebagai anggota F-FFDTL, tetapi sisi yang lain ribuan anggota F-FDTL bersama panglimanya akan meninggalkan F-FDTL itu sendiri.

Hal yang ketiga, Timor - Leste membutuhkan waktu untuk penyesuaian diri. Waktu memang sudah dimulai tahun 1975 dan 2002, namun belum menjamin meleburnya sifat-sifat demokrasi kedalam ciri-ciri temperamen pembawaan lainnya.

Hal ini nampak jelas bahwa hasil praktek penerapan demokrasi pada tahun 1975 masih tidak berhasil. Konsekuensi kemerdekaan tertanggal 27 Nopember 1975 tercabik-cabik oleh tindakan kekerasan oposisi di satu sisi, pada sisi lain oleh karena partai pemenang juga menganggap kemenangan berarti kekuasaan untuk balas dendam setimbal. Karena memang sebelumnya antar partai politik telah saling bunuh-membunuh sebagaimana sebagian telah terungkap melalui relatorio CAVR tahun 2005 lalu. Kegagalan penerapan demokrasi itu adalah Timor-Leste harus tertawan selama 24 tahun dengan tekanan militer Indonesia dengan label “demokrasi Pancasila”. Pada demokrasi gelombang kedua pada tahun 2002-pun menemui titik permasalahan yang sangat krusial hingga saat ini.

Sejenak kilas balik ( flash–back) perkembangan demokrasi di Amerika Serikat. Sejak tahun 1776 hingga tahun 1983, Amerika Serikat masih menerapkan undang-undang perbedaan warna kulit dalam interaksi social. Orang kulit hitam dilarang duduk dikursi depan kendaraan umum atau duduk di kursi kendaraan umum, sementara kulit putih berdiri. Sekalipun kursi kendaraan umum sudah diduduki oleh kulit hitam, tetapi pada saat orang Amerika berkulit putih datang, dengan sendirinya warga Amerika Serikat yang berkulit hitan harus bediri dan memberikan tempatnya kepada orang kulit putih untuk duduk. Sebagaimana Tony Lane menuturkan dalam bukunya yang berjudul “Runtut Pijar” bahwa pada 1 Desember 1955 ibu Rosa Parks, seorang perempuan Negro, ditangkap menurut undang-undang pemisahan berdasarkan warna kulit yang berlaku di kota Montgomery, karena ia menolak menyerahkan tempat duduknya di bus kepada seorang laki-laki kulit putih. Karena tidak memberikan tempat duduk di bus itu, maka Rosa Parks dapat pukulan dari laki-laki kulit putih tersebut. Selanjutnya perusahaan bus diboikot oleh masyarakat Amerika yang berkulit hitam, yang dipimpin oleh Martin Luther King. Karena itu Martin Luther King dua kali dipenjarakan, masing-masing pada tahun 1960 ddan 1963. Pertama kali, ia dilepaskan berkat campur tangan calon Presiden John F. Kennedy. Kedua kali, di Birmingham, Alabama, ia menulis dalam suratnya dari penjara yang terkenal itu sebagai berikut “kita tahu melalui pengalaman yang pedih bahwa kebebasan tidak pernah ddiberikan secara sukarela oleh penindas; ia harus dituntut oleh yang tertindas”. Lebih lanjut Tony Lane menuliskan bahwa pada bulan Agustus 1963 ia memimpin pawai yang termasyur memasuki kota Washington. Setibanya, ia berpidato kepada massa lebih dari 200.000 orang di Tugu Peringatan Lincoln. Puncak pengaruh King tiba antara tahun 1960 dan 1965. Ia mendapat ddukungan aktif dari pemerintahan Kennedy dan Johnson. Jadi tahun 1964 Kongres Amerika Serikat mengesahkan Undang-Undang Hak-Hak Sipil, yang memungkinkan pemerintah federal memasakan pembatalan pemisahan warna kulit dalam pelayanan umum. Pada tahun 1964 Martin Luther King mendapat hadiah Nobel untuk perdamaian. Namun pada tahun 1968 ia ditembak mati oleh pembunuh kulit putih di Memphis, Tennessee. Pada tahun 1983 Amerika menyatakan hari kelahiran King sebagai hari libur nasional, suatu kehormmatan yang sebelumnya hanya diberikan kepada George Washington. Kini tanda jasa dan kehormatan dapat berikan kepada siapa saja yang berwarganegara Amerika tanpa perbedaan warna kulit dan suku serta agama.

Jadi kesimpulannya adalah untuk waktu sekarang setidaknya demokrasi harus disertai dengan ditadura yang konstitusional demi menekan karakteristik masyarakat yang bersifat destruktif untuk menjamin laju pertumbuhan demokrasi yang ideal, sebagaimana menjadi harapan bersama. Dengan demikian lambat laun demokrasi akan menjadi gaya hidup, sekaligus sebagai symbol kebebasan hak asasi manusia dengan menjujung tinggi nilai-nilai kemanusiaan berdasarkan hukum yang ditetapkan oleh perwakilan rakyat di Parlamen Nasional, yang juga sebagai representatif rakyat dari suara terbanyak.

Reflesaun Ba Ukun-Na’in Sira

Iha tempu naruk nia laran, ema tomak hein oinsa povu nee bele moris diak no hakmatek. Hahú kedas krize nee nakfera iha Abril tinak kotuk to’o oras nee, seidauk iha meius ruma ke própriu atu bele rezolve lalais povu nia terus no susar.

Povu rihun ba rihun dezloka husi sira nia uma hodi ba hela iha lona-okos. Sofrimentus ida nebe ita tomak la imajina atu mosu tan iha tempu independênsia nee. Uma ho sasan nebe sunu no estraga, hanesan lakon boot ida nebe povu ida nee frekwenta. Barak mak mate, seluk triste teb-tebes oinsa bele normaliza hikas fali sira nia vida hodi bele livre sustenta sira nia moris.

To’o oras nee, povu nia matawén seidauk maran. Sira harohan nafatin hodi husu bebeik oinsa ukun-na’in sira rezolve lalais sira nia terus naruk nee. Kuaze ema tomak konkorda katak governu ida nee mak halo povu terus. Governu ida nee mak kria konfuzaun no sofrimentu ba povu doben kbit laek hirak nee. Estadu ida nee duni mak doko rai ida nee atu buka sira nia kadeira (pozisaun) hodi lakohi kria unidade ida nebe metin ho governu. Nee bele klaru tanba Chefe de Estado mak Presidente no Chefe do Governo mak Primeiro-Ministro.

Wainhira ita bele separa governu ho estadu, ita mos bele dehan katak entidade rua nee dalaruma lalós hotu kedas. La’os ida deit mak sala no seluk la’o lós no perfeitu. Koalia kona ba governu nebe Fretilin mak lidera, ita mos tenki hanoin katak estadu nee prezidenti mak ukun.

Ita bele kalkula katak krize boot nee mosu tanba estadu ho governu mak la hamutuk hodi intende malu; la’os povu mak laiha unidade. Wainhira jornalistas Time Timor halo análiza ba krize ida nee hodi kompara hikas fali lala’ok ukun-na’in sira nian iha tinan lima kotuk, bele mosu possibilidades balun nebe importante atu ita refleta hamutuk.

Kampanya no eleisaun prezidensial ho parlamentar agora nee, hanesan kontinuasaun husi eventus nebe akontese iha tinan hirak liubá. Molok atu tama iha kampanya 2001 nian, Fretilin ho CNRT (Conselho Nacional da Resistência Timorense) hein malu atu kria unidade hodi sai entidade ida deit.

Iha tempu nebá, CNRT hein atu Fretilin presiza rai-hela deit naran hanesan partidu históriku tanba funu hotu ona, hodi hamutuk fali iha konselhu nasional nebe Sr. Xanana Gusmão lidera. Maibe Fretilin fó-razaun katak Sr. Xanana mak tenki fila hikas ba ninia orijen (Fretilin) atu sai unidus liután hodi dezenvolve hamutuk nasaun ida nee ba oin, tanba naran ida nee mak sai sasin terus no mate husi povu doben nebe ita liberta.

Iha tempu nebá, triángulu Fretilin-CNRT-Xanana hanesan ida deit iha povu nia fuan. Tanba CNRT iha 2001 la’os partidu polítiku, nee duni Fretilin deit mak halo kampanya hodi ikus mai manán ukun to’o agora nee. Sr. Xanana nebe kuaze partidus polítikus tomak inklui Fretilin hakarak nia atu sai prezidente, seidauk fo ninia disponibilidade. Tuir jornais no revistas balun iha tempu nebá, Sr. Xanana hakarak atu sistema governu Timor-Leste nee prezidensial, la’os parlamentária. Maibe tanba Fretilin ho Sr. Xanana seidauk la’o hamutuk, nee duni mosu solusaun ida atu uza deit sistema semi-prezidensialista (parlamentária) atu parte rua nee bele fahe poder hanesan.

Konsege Fretilin uza duni sistema nee no Sr. Xanana mos ikus mai deklara katak nia prontu sai prezidente hanesan to’o agora nee. Hanesan ema dehan katak kuandu ukun-na’in sira lahamutuk, povu mos laiha unidade no sempre mosu bebeik problemas no konflitus. Hanoin hanesan nee bele lós wainhira ita análiza didiak akontesimentus hirak iha tempu pasadu to’o oras nee.

Fretilin hanesan partidu polítiku molok atu hala’o kampanya nebe sei hetan simpatizantes no militantes rihun-ba-rihun iha tinan 2001, mosu mos partidus polítikus seluk inkluindu PD ho PSD atu partisipa hotu iha jogu demokrátiku nebá. Iha altura nebá mosu mos rumores katak PD ho PSD nee mai husi Sr. Xanana nia ideia.

‘Rumores’ nee parese afeta duni ba partidus rua nee. Tan nee mak PD tau publisidadi (iklan) boot ida ba eleisaun partidus nian tinan nén liubá iha jornal STL (28 Agostu 2001) nebe taka mos foto (retratu) Sr. Xanana ho Sr. Ramos-Horta nian hodi hakerek tan iha iklan jornal nee katak: “Jika anda memilih PD berarti memilih Xanana dan Ramos-Horta”.

Ita mos lahatene, lós ka lae. Maibe iha altura nebá mosu mos ideias balun nebe dehan katak ema rezistênsias no intelektuais lubuk ida nebe uluk esforsu-án maka’as hodi luta ba independênsia, mak tama tiha fali ba PD ho PSD. Ikus mai, tanba partidus rua nee ladún hetan influensas barak iha governu hodi bele ‘tau-matan’ mos ba sira nee mak parese sei iha nafatin konfuzaun to’o agora mos ita lahatene.

Maibe dalaruma bele mos klaru wainhira ita haré agora mosu hikas fali CNRT (Conselho Nacional da Reconstrução Timorense) nebe afirma liu ba asuntu ‘rekonstrusaun’. Se ita haré didiak iha tempu kampanya semana hirak liubá, bele iha possibilidade hodi konklui katak partidus rua nee dalaruma sei sadere nafatin ba CNRT (versaun agora nian).

Ideias hanesan nee bele mos haka’it ho Dr. Manuel Tilman nia koalia ba jornal STL (29/3/2007) katak CNRT nee ‘oportunista’. Dr. Tilman mos dehan tan katak, CNRT uluk nee hanesan dalan ba independênsia, maibe se agora nee mosu fila-fali CNRT nee atu habosok povu.

Parese ita mos ladún hatene didiak, tansá mak ema balu sei iha dúvidas kona ba CNRT ‘rekonstrusaun’ nebe foin mosu fila-fali agora nee. Klaru katak partidu opozisaun ida ka rua deit ladún iha kbit atu ekilibra Fretilin, nee duni tenki iha koligasaun hanesan ASDT-PD-PSD nebe halo iha tempu hirak liubá. Intelektuais balun nota katak partidus tolu nee hanesan bé-kadoras tolu nebe sei suli hamutuk ba tanki boot ida naran CNRT, hodi nunee bele ekilibra Fretilin iha Eleisaun Lejislativa dia 30 Junho 2007.

Se ita haré didiak realidade durante tinan hirak liubá to’o oras nee, mosu ‘konfuzaun’ boot lubuk ida nebe sistemátiku teb-tebes nebe ema matenek balun dehan katak nee hanesan meius atu hatún governu konstitusional nebe Fretilin lidera, tanba, tuir sira nia haré, lakonsege kobre povu nia nesesidadis duranti kaer ukun. Hahú kedas husi problema 4 Dezembru 2002, Manifestasaun Pasífika husi Igreja Katólika iha 2005, kazu F-FDTL (nomós iha PNTL laran) tanba mosu fali ‘demokrasia’ iha militar nia laran, problema Lorosae-Loromonu nebe hanesan kauza ba krize boot nee, to’o konflitus entre artes marsiais, no ikus mai parese sei mosu konflitus boot ruma entre partidus polítikus karik mos ita seidauk hatene.

Durante infrenta krize boot ida nee, povu barak mak foin arepende katak nai-ulun sira mak soran ita povu simplis hirak nee hodi estraga malu. Ema rezistênsias balun mos ikus mai refleta katak divizaun Lorosae-Loromonu nebe ukun-na’in sira kria nee fó liu vantajen ba oportunistas no eis-milísia sira nebe uluk ita lagosta hodi aproveita estraga no halo-át liután bazeia ba sentimentu étniku.

Se ita hanoin didiak, ita mos dalaruma bele kalkula katak nasaun foun ida nee presiza tempu atu had’ia, la’os iha tinan lima nia laran deit buat hot-hotu tenki rezolve dala ida deit tuir ema ida-idak nia hakarak. Komponentis hirak iha governu mos ita bele dehan katak foin atu ‘aprende’ oinsa bele diriji no jere nasaun nee didiak maski sira mos iha frakezas hanesan ita hotu iha. Ho hanoin hanesan nee, ita bele kompara katak kuaze nasaun tomak iha mundu nebe foin independenti mos sempre hetan difikuldadis barak wainhira hahú ukun. Indonézia deit presiza kedas tinan hatnulu ka limanulu mak foin bele dezenvolve-án didiak.

Klaru katak Timor-Leste nee atu halo hanesan nasaun ida nebe bele sai demokrátiku liu iha mundu tomak. Honestu, akuntabilidadi, no transparênsia presiza kuda-metin iha ukun-na’in sira nia fuan hodi labele mos aplika korupsaun, kolusaun ho nepotizmu. Maibe ita mos la klaru katak nasoens hirak nebe adiantadu ona mos sei iha frakezas barak no difísil teb-tebes atu aplika virtudes hirak hanesan nee.

Lós duni. Ita tenki konkorda katak durante tempu barak nia laran sempre mosu krítikas ba governu nebe Fretilin lidera, katak frakezas hirak nebe iha tenki halakon. Mosu mos hanoin balun katak tanba Fretilin ukun ‘lalós’ no kaer governu latuir povu nia hakarak, nee duni tenki troka tiha atu partidu seluk bele ukun diak liután.

Ideias sira hanesan nee mesak fur-furak deit. Maibe ita hotu seidauk iha serteza iha pontus rua nee. Primeiru, ita seidauk iha konyesimentus didiak katak entre partidus opozisoens hirak nebe iha, ida nebe los mak aban-bairua sei kaer governu nee ho perfeitu no ukun povu ida nee tuir ema tomak nia hakarak. Sigundu, ita mos laiha serteza katak se partidu seluk nebe atu troka Fretilin hodi kaer governu, nia sei ukun diak liu ou át liutan mos ita lahatene. Hanesan ezemplu kikoan ida, uluk ema dehan Dr. Marí Alkatiri nee ladiak, depois troka fali Dr. Ramos-Horta atu bele rezolve lalais krize nee. Maibe provas hatudu katak primeiru-ministru foun nee mos la konsege atu rezolve krize nee to’o tan deit ona eleisaun prezidensial nee.

Maski nunee, iha tinan hirak liubá to’o oras nee, hot-hotu kuaze krítika no ataka lisuk Fretilin. Ita haré ba kuaze buat át hot-hotu Fretilin deit mak bele halo. Lós duni. Kazu fahe-kilat nebe Rogério Lobato halo, prosesa tiha ona iha tribunal hodi desidi katak nia iha kulpa duni ba problema nee. Kazu nee alegadu mos ba Dr. Alkatiri maski sasin sira laiha provas konkretas hodi justifika katak nia involve duni ka lae.

Bazeia ba prinsipiu siênsia nian katak ita tenki haré problema husi aspektu hot-hotu no labele haré deit husi parte ida deit, atu nunee ita bele aprofunda didiak problema ninia kauza no bele hetan ninia efeitu nebe lójiku no realistíku, ita presiza halo pergunta hanesan nee. Kazu violênsia no tiru-malu durante krize nee nakfera, Fretilin mesak deit mak halo ou keta iha komponentis balun mos involve hotu iha laran nebe halo Fretilin mos difísil teb-tebes atu rezolve?

Se ita tomak fase-liman hodi dún lisuk deit ba Fretilin mak halo problemas hirak nee tomak, entaun bele mosu fali posibilidadis seluk tan atu ita bele aprofunda hamutuk. Lós duni. Ita tomak lakohi injustisa, korupsaun, kolusaun, nepotizmu, manobras-át, manipulasaun, no buat ladiak seluk tan, nebe ema barak foka deit ba Fretilin nebe lidera governu ida nee, maski ita dalaruma mos ladún haré buat diak balun nebe partidu históriku nee konsege halo duni ba povu ho nasaun tomak.

Maski nunee, ita mos presiza halo ezame konsiênsia uitoan hodi haré ba oin. Ita bele iha ideia katak sistema no rezime Fretilin nebe ukun ladiak tenki troka tiha hodi hili fali seluk nebe ideal no perfeitu atu bele halo diak liután ba povu no nasaun ida nee. Maibe ita labele haluha katak komponentis Fretilin tomak nudar ema nebe hanesan mos ita hot-hotu nee la perfeitu hotu kedas. Klaru liu, ita tenki dehan katak ema hot-hotu iha mundu nee laiha ida ke perfeitu total.

Nee duni, bele mosu tan kestoens hanesan nee ba ita ida-idak nia-án. Agora se ita troka tiha rezime ida nee, ita prepara-án ona atu sai diak liután fali Fretilin ka lae? Ita prontu ona atu halakon buat át hirak nebe ita foka deit ba Fretilin ka keta ita mos dalaruma sei iha frakezas barak hodi bele mos halo manobras-át, manipulasaun, korupsaun, no buat át seluk tan karik?

Ema rezistênsias no funu-na’in barak mak to’o oras nee sei fiar katak ita nia luta durante tinan 24 iha ailaran nee la’os deit ita nia kbít rasik, maibe liliu ajudus forsa espiritual lalehan no rai ida nee nian hanesan rai-lulik no santu nebe konsege liberta duni ita hodi hetan ukun-án. Hodi rai ida nee nia lulik mak ita bele hamnasa uitoan iha tempu independênsia nee. Ema rihun ba rihun mak terus no mate namkari lemo-lemo iha ailaran fuik, ruin barak mak naklekar deit iha raifuik maran, no ran suli nakfakar iha fatuk-kuak, ai-kuak, no mota Timor-Leste tomak, nudar sasin hodi hametin rai ida nee nia lulik no santu.

Tan nee, ema nebe ukun no atu ukun rai ida nee mos tenki ukun lolós hodi halo diak deit ba povu no rai ida nee. Se lae, rai-lulik ida nee duni mak sei tetu no ta’es ita tomak nia hahalok. Rai-lulik ida nee duni mak sei tau-matan no ta’es ukun-na’in sira nia motivasaun no interese atu halo diak duni ba povu para labele uza deit povu ida nee nia apoiu hodi hetan kadeira ba sira nia-án no interese privada.

Ho fiar katak buat barak teb-tebes mak akontese fora de plano, katak buat nebe ita planeia dalabarak la realiza tuir ita nia hakarak, nee duni iha eleisaun tinan ida nee, ita tomak sei hein ho hare (wait and see) sé-sé deit mak selesionadu husi rai-lulik ida nee hodi ukun didiak povu no nasaun Timor-Leste. Rai-lulik ida nee duni mak sei fihir ita ida-idak nia hahalok, katak, se ita krítika no koalia kona ba injustisa, kriminalidadi, manipulasaun, no korupsaun, maibe ita mos keta iha hela hanoin no planu ruma atu aproveita ukun hodi halo tuir lisan-át sira nee ba ita nia interese privada, nee ita entrega deit ba rai-lulik ida nee mak sei tetu no ta’es.

Ida nee hanesan reflesaun ba ita hot-hotu, liliu ba ukun-na’in sira, atu ho laran-mós-fuan-mós bele hadomi no tau-matan duni ba povu ida nee ho konsiênsia no motivasaun nebe lós no diak ba ema tomak. Se lae, rai-lulik ida nee duni mak sei babeur ita hodi la’o lalós no lahetan hakmatek iha ita nia vida.■ (Mito/Zec/Felix/MTT).

Sé Mak Bele Rezolve Krize Nee?

Wainhira ita haré títulu hanesan iha leten nee hodi responde katak Sr. Lú-Olo mak bele rezolve krize nee, ema balun bele ho síniku hodi soe-piadas hanesan nee: “koalia hanesan nee kala mar-maran los. Hamidar ibun deit”. Se ita tau fali ema seluk nia naran mos, parte seluk sei dehan tan katak: “Nee la halo...! Lalika mafia fali ami...., tanba ami hatene ona imi nia samea nee to’o iha nebe...!”

Ho divizaun ideia hanesan nee, ita bele nota katak povu nia konseitu ba ukun-na’in sira nee lahanesan. Ita mos bele kompriende ema ida-idak nia hanoin. Maibe ita tenki hasoman hamutuk ideias rua nee hodi haré ba realidade agora nian.

Lós duni. Pergunta boot durante tinan tomak nia laran mak nee: “Ita nia ukun-na’in ida nebe los mak bele hakotu lalais krize nee?”. Lamentasaun povu nian iha tempu naruk nia laran indika ba meius nebe governu ho estadu tenki foti hanesan medidas determinantes atu hasai povu husi terus no susar nia laran.

Jornais balun dehan hanesan nee. Iha Timor-Leste nee ita infrenta krize rua. Krize povu tomak nian no krize lideransa nasaun ida nee. Konseitu nee bele lós wainhira ita haré ba realidade katak povu nia sofrimentu no terus durante nee tan deit ba líderes sira mak laiha kapasidade hodi rezolve hamutuk.

Nee duni, liafuan krize lideransa ita bele hakfahek ba pontus rua. Ida, krize lideransa katak Timor-Leste nee mukit teb-tebes líderes (ukun-na’in). Iha parte ida, mukit tanba ita nia matenek akadémikus sira uitoan liu. Iha parte seluk, maski sira iha matenek akadémiku nível doutoramentu no mestradu mos labele halo buat barak tanba sira laiha influensa iha povu nia lét.

Rua, krize povu ida nee nian deriva husi líderes sira nebe tan deit ba sira nia ambisaun, hakfahek povu liu husi sira nia koalia iha media. Hanesan ezemplu, iha tempu sei buka hela oinsa atu rezolve problema F-FDTL nebe nakfera iha tinan kotuk, Sr. Xanana koalia iha televizaun katak hosi Manatuto to’o Oecusse nee mesak milísia deit (atu dehan katak distritu tolu deit mak halo funu). Liafuan kro’at hanesan nee mak hamosu kedas konflitus étnikus Lorosae-Loromonu iha tempu nebá.

Haré ba krize nee pior teb-tebes iha tempu nebá, Sr. Xanana komesa hato’o ninia mensajen ba povu hodi hatún lideres Fretilin sira. Iha tempu nebá Sr. Xanana husu uluk Rogério Lobato ho Roque Rodriguês atu husik sira nia kargu hanesan Ministro Interior ho Ministro Defesa. Sira nain rua mos ikus mai tun duni husi kargu nee.

Tuir mai, Sr. Xanana foka fali Dr. Alkatiri atu husik tiha nia kargu nudar Primeiro-Ministro. Dr. Alkatiri mos ikus mai husik duni kargu nee tanba Sr. Xanana dehan katak se Primeiru-Ministru la tún, nia rasik mak atu husik nia kargu nudar Presidente da República. Kofuzaun teb-tebes, tanba iha tempu nebá sira divia hamutuk hodi rezolve krize ida nee, hatún fali malu iha ema barak nia oin. Nee mak demokrasia? Tansa mak hahu kedas krize nee seidauk nakfera, chefe estadu la buka malu kedas ho chefe governu hodi hare medidas diak ruma atu foti hodi rezolve hamutuk povu nia terus no susar.

Haré ba ema ataka maka’as los governu nebe Fretilin lidera, tansa mak chefe estadu husik situasaun nee la’o to’o pior kedas mak foin nia foti medidas hodi uza kargu hanesan prezidenti no komandante supremu? Nee katak ita hadomi duni povu ida nee ka ita interese liu ba kareira polítika.

Se ita haré didiak, senáriu lubuk ida mak mosu durante tinan hirak nia laran hodi kria konfuzoens no konflitus bar-barak atu hatudu katak governu nee laiha kbít atu kria estabilidade. Buat hirak nee hotu, se ema intelektuais imparsial sira mak haré karik, bele dehan katak la’os Fretilin mak lahadomi povu ida nee. Maibe tanba nai-ulun balu nebe iha ambisaun atu ukun, fo suporta maka’as teb-tebes ba partidus opozisoens sira atu halo krize aumenta ba bebeik hodi dún katak Fretilin mak lahatene governa rai ida nee no halo povu terus bebeik hanesan nee.

Bele klaru uitoan wainhira ita haré altura Dr. Alkatiri husik tiha kargu Primeiro-Ministro (PM), Dr. Ramos-Horta deklara kedas katak nia prontu atu troka no asumi fali pozisaun hanesan PM foun. Iha tempu nia simu tomada de posse (pelantikan) ba kargu foun nee, buat barak teb-tebes mak nia prometa atu halo, liliu nia dehan atu halo fila-fali uma-foun no had’ia hikas refujiadus sira nia uma nebe rahun no estraga. Ajenda tuir mai mak Dr. Ramos-Horta promete mos atu rezolve lalais kazu petisionárius no Major Alfredo nian. Maibe to’o oras nee buat hirak nebe nia promete nee nunka mais atu realiza.

Tan nee mak intelektuais balun dehan katak iha kontekstu Timor-Leste agora nee, liafuan kapasidade no matenek nee signifika katak ema nebe iha kbít duni atu rezolve krize hodi bele hasai lalais povu husi terus no susar.

Lós duni. Ema barak dehan katak atu ukun nasaun nee tenki ema matenek no konyesidu internasional hanesan Dr. Ramos-Horta nebe hetan mos prémio Nobel da Paz iha 1996. Tan nee mak iha primeira volta Eleisaun Prezidensial nee, ema barak teb-tebes mak vota ba Dr. Horta hodi hetan sigundu lugar.

Triste tebes wainhira iha semana hirak nee nia laran mosu kaseti CD Major Alfredo nian nebe foka-sai lala’ok ukun-na’in sira, liliu Dr. Ramos-Horta. Iha kaseti nee Major Alfredo dehan katak uluk seidauk sai Primeiro-Ministro, Dr. Horta halo kontaktu bebeik ho Major Alfredo. Maibe, to’o hetan tiha kareira nudar chefe governu, Dr. Horta la liga tan ona nia, hodi dehan tan katak “Major Alfredo nee la importante ba nia”. Iha kaseti CD nee mos dehan tan katak Dr. Horta ho Presidente mak haruka Forsa Australianus sira ba tiru nia iha Same no sei hala’o nafatin operasaun ba nia.

Haré tiha kaseti CD nee, ema barak mak arepende teb-tebes tanba antis nee sira iha konfiansa boot ba Dr. Horta hodi vota deit ba nia. Dalaruma ho kaseti CD nee mak komisáriu polítiku Partido Democrático (PD) distritu Dili nian, Julião Mausiri dehan katak ba segunda volta Eleisau Prezidensial iha 8 Maio nee, posibilidade boot ida ba sira nia votante besik rihun neen nulu resin, dala ruma votu nulu ou branku mak barak, tanba kandidatu rua nee la cocok ba sira (STL, 16/04, p.7).

Tan nee, iha tempu preparasaun ba segunda volta Eleisaun Prezidensial 8 Maiu 2007 nebe Dr. Ramos-Horta sei konkore ho Sr. Lú-Olo, ema parese sei refleta hodi vota duni tuir sira ida-idak nia konsiênsia bazeia ba realidade hanesan esplika iha leten nee. Nee razoável tanba ema barak mak kompriende no fiar katak ema ida-rua iha Fretilin nia laran mak halo lalós karik, rai-lulik Timor-Leste nee duni mak sei tetu no ta’es sira ida-idak nia hahalok; tanba partidu históriku nee abut-metin ona iha rai ida nee no metin mos iha Timor-oan tomak nia fuan durante tempu naruk nia laran.

Ho hanoin hanesan nee, bele mosu konkluzaun tentativas balu kona ba oinsa no sé los mak bele rezolve krize nee. Ida, ita hare ba realidade katak Fretilin mak agora ukun no lidera governu. Nee duni, bele possível wainhira Fretilin rasik mak fásil liu atu hakotu lalais krize nee. Rua, ita bele haré mos katak se Sr. Lú-Olo mak sai Presidente da República, krize nee bele rezolve lais liu, tanba chefe estadu foun nee ema barak konfia katak nia sei bele duni hakuak fila-fali povu tomak liu husi ninia kolaborasaun no unidade nebe metin entre komponentis seguransa nian ho governu tomak.

Nee duni, bazeia ba realidade nebe esplika tiha ona iha leten nee, entre kandidatus rua nee (Sr. Lú-Olo ho Dr. Ramos-Horta), ita bele konklui katak se Sr. Lú-Olo mak sai duni Presidente da República karik, nia mak sei sai duni mata-dalan hodi hakotu lalais krize ida nee. Ita labele sukat ema nia kapasidade atu rezolve krize liu husi nível akadémiku deit, maibe tenki haré oinsa nia bele rezolve povu nia susar no terus iha kontekstu Timor-Leste nian agora dadaun nee.

Tanba Dr. Ramos-Horta nebe ho nível akadémiku mestradu, konyesidu internasional, no premiadu Nobel da Paz, la konsege ona rezolve krize nee durante tempu lubuk ida nia asumi kargu Primeiru-Ministru to’o tan oras nee, nee duni razoável tebes katak solusaun alternativa bele monu ba Sr. Lú-Olo atu bele sai Presidente da República hodi hakotu lalais povu nia susar no terus.■