
Akhirnya menjadi jelas: Xanana Gusmão bersedia dicalonkan menjadi presiden. Kepastian itu ia ungkapkan dalam acara temu partai dengan publik di Dili, Sabtu 25 Agustus 2001. Lalu, akan mendukungkah Fretilin?
Tepuk tangan riuh rendah terdengar saat mantan presiden Fretilin dan komandan Falintil itu mengutarakan niatnya untuk maju menjadi kandidat presiden. Yang bertepuk termasuk para pembesar ke-15 partai (hanya UDT yang tak hadir). Tapi spekulasi belum sendirinya berakhir.
Xanana tak menyebut partai mana yang akan ia jagokan untuk pemilu 31 Agustus 2001. Berkelit dari pertanyaan floor, ia hanya akan mengatakan mulai besoknya ia akan menghadiri semua kampanye partai.
Ternyata tak perlu menunggu sampai satu hari, sore itu juga Xanana sudah tampak di Campo Democracia, Dili. Petang itu Partido Socialista de Timor (PST) yang berkampanye di sana. Awalnya ia menjepret sana-sini dengan kamera berlensa tele yang ia pakai juga saat debat partai-publik siangnya. Ia kemudian menghampiri dan merangkul pembesar PST—Pedro, Avelino dan yang lain—sebelum didaulat berbicara di panggung. Ketika di panggung ia tampak bersemangat dan lumayan lama bertutur. Satu hal yang ia garis bawahi adalah: hindari kekuasaaan, kedepankan perdamaian.
Seperti menepati janji, pada Minggu 26 Juli 2001 Xanana hadir lagi di kampanye Partido Democrático (PD). Pendekatannya sama: mulai dari jepret sana-sini dulu, sebelum didaulat untuk berbicara di panggung. Ketika di panggung, tampak ia berbicara dengan bergairah. Esoknya, Senin, mendatangi kampanye PSD, dan kampanye bareng enam partai: PL, PDM, KOTA, PDC, Apodeti, dan PPT. Saat kampanye PSD di Taman Mini, Farol itu ia menyebut dirinya perlu hadir di semua kampanye karena selama ini beredar isu bahwa ia mendukung partai tertentu yaitu PD dan PSD.
Setiap kali Xanana hadir di sebuah kampanye, atmosfir baru selalu terasa di sana. Pesona selebritis yang ia hadirkan membuat suasana kontan langsung lebih hidup. Saban ia ada, selalu tampak adegan unik di kitaran panggung kampanye: orang memfoto orang yang sedang memfoto. Xanana yang kelihatannya serius membidik sana-sini dengan kameranya justru menjadi objek menarik bagi para wartawan foto.
Para pengurus partai tentu saja senang kalau Xanana hadir di kampanye mereka. Kelihatan dalam raut muka mereka rasa bangga karena mendapat tamu istimewa. Bisa jadi mereka mengartikan kehadiran sang pemimpin karismatik itu sebagai dukungan moral dan sumber legitimasi bagi partai mereka.
Adalah wajar kalau sebuah partai merasa diuntungkan oleh kehadiran Xanana di kampanye mereka. Namun, sebenarnya bukan hanya partai tersebut yang beruntung. Xanana juga. Sebab, dia bisa mendapatkan panggung kehormatan secara gratis untuk mensosialisikan ide-idenya. Satu hal lagi, yang lebih penting, ia juga akan semakin mendapatkan legitimasi dari partai yang merasa dihargai tersebut. Jadi yang terjadi adalah sebuah relasi yang saling menguntungkan (simbiosa mutualisma).
Xanana konsisten. Saat Fretilin melangsungkan kampanye pamungkasnya di Stadion Municipal Dili, Selasa 28 Agustus 2001, sang pemimpin tampak juga di sana. Modusnya sama: jepret sana-sini. Tapi sebentar saja dia di Municipal. Kesannya sekadar setor muka saja. Tak seperti di partai lain, di kampanye Fretilin ia tak naik panggung dan ngomong.
Kartu Fretilin
Setelah menyatakan kesediaannya untuk dipilih menjadi kepala negara, selanjutnya nasib politik Xanana tergantung pada partai dan rakyat. Karena adalah rakyat yang memilih Dewan Konstituante. Dewan Konstituante yang membuat UUD. Dan, UUD yang menetapkan apakah kepala negara akan dipilih secara langsung atau tidak.
Terlepas dari tipis-tebalnya peluangnya untuk menjadi kepala negara, sebuah pertanyaan masih perlu diajukan kepada Xanana. Yaitu mengapa baru sekarang dia menyatakan kesediaannya untuk menjadi kandidat presiden? Mengapa harus membiarkan spekulasi merebak sekian lama? Pertanyaan senada sebenarnya telah diajukan para wartawan dalam sesi tanya-jawab sesaat setelah mantan panglima Falintil itu mengumumkan sikapnya. Tapi jawaban Xanana begitu diplomatis sehingga menjadi sulit untuk dimaknakan.
Apa pun jawaban Xanana yang pasti momen yang dipilihnya bukan tanpa perhitungan matang. Ia sengaja wait and see selama ini. Ia mempelajari kehendak rakyat dan parpol sekaligus. Kehendak rakyat bisa ia rekam lewat perbincangan keseharian di tengah masyarakat serta lewat wacana yang berkembang di media massa. Sedangkan garis dan kehendak partai bisa dicermati lewat program dan agenda yang mereka sosialisasikan, antara lain dalam kongres dan kampanye. Dan sejauh ini, kecenderungannya adalah Xanana masih merupakan figur utama untuk posisi kepala negara. Fretilin, PSD dan beberapa partai misalnya secara resmi menyatakan akan menjagokan Xanana untuk posisi presiden. Sampai sekarang belum muncul nama lain sebagai alternatif. Setelah mencermati semua ini, terutama putaran pemilu yang berlangsung sejak 15 Juli 2001, maka waktunya sudah cukup bagi Xanana untuk mengumumkan sikap.
Lalu, partai manakah yang akan ia jadikan sebagai basis utama? Partai yang melahirkan dan membesarkan diakah—Fretilin? Atau ia akan mencoba memanfaatkan partai lain (PSD atau PST, misalnya) atau ke-16 partai sekaligus? Ia belum mengatakannya. Namun dari pendekatan yang ia lakukan belakangan ini arahnya bisa diperkirakan.
Selama ini beredar isu bahwa hubungan Xanana dengan Fretilin sedang retak. Isu ini seperti mendapat konfirmasi ketika Xanana sama sekali tidak hadir waktu kongres (5 hari) Fretilin di Dili bulan lalu. Padahal waktu itu dua Nobelis—Uskup Belo dan José Ramos Horta—perlu datang ke sana. Demikian juga para pembesar UNTAET dan pejabat pelbagai kedutaan asing. Sewaktu kampanye pertama Fretilin di Campo Democracia ia juga tak datang. Padahal di kampanye PD ia tampak. Realitas ini telah memunculkan rumor baru bahwa Xanana telah berpaling ke PD.
Fretilin sendiri tetap merangkul Xanana. Dalam kongres misalnya mereka memutuskan untuk memajukan Xanana sebagai kandidat presiden. Sebuah keputusan yang mengundang tepuk tangan riuh dari para peserta. Tapi kemudian ada perkembangan yang cenderung berkebalikan.
Seperti disebut tadi, Xanana akhirnya datang juga ke kampanye terakhir Fretilin, 28 Agustus 2001. Tapi posisinya sebagai penonton saja. Entah karena kecewa dan ingin mengingatkan massanya bahwa Xanana masih tetap bersama mereka, Presiden Fretilin Lú-Olo menyatakan dalam pidatonya hari itu bahwa orang Fretilin “berjalan dengan kakinya”. Artinya tahu apa yang harus dilakukan.
Sebuah perkembangan baru yang bisa tidak mengenakkan massa Fretilin adalah munculnya iklan besar (1 halaman) Partido Democrático di harian Suara Timor Lorosa'e (STL) edisi 28 Agustus 2001. Iklan dengan foto Xanana dan Ramos-Horta itu berbunyi: “jika anda memilih PD berarti memilih Xanana dan Ramos-Horta”. Belum jelas apakah iklan ini dengan restu Xanana dan Ramos-Horta. Tapi, sebenarnya, walaupun dengan restu, bukan berarti bahwa kedua mantan tokoh Fretilin itu sudah hengkang ke PD.
Hubungan Xanana dan Fretilin sebenarnya mutualistik juga. Artinya saling menguntungkan. Kalau Xanana sampai pindah partai, misalnya, posisi Fretilin akan terancam. Partai barunya sangat mungkin untuk berjaya. Hanya saja kemungkinan seperti ini tipis. Karena selain Xanana menjadi a-historis keputusan seperti itu bisa berakibat fatal. Fretilin bisa menjadi frustrasi. Ekornya, mereka bisa menjadi anarkis. Kalau itu yang terjadi berarti menjadi langkah yang sangat mundur bagi demokratisasi di Timor-Leste.
Yang lebih mungkin adalah Xanana secara jeli dan cerdas menjadikan ke-16 parpol sebagai kendaraan politiknya. Dalam hal ini ia akan merangkul semua partai, dengan harapan dirinya akan tetap mereka jagokan. Itu kalau dia memang berambisi menjadi kepala negara. Kalau ini yang ia lakukan berarti ia konsisten dengan kebijakan CNRT (yang berubah dari CNRM), yaitu menjadi payung bagi semua.
Sejak mendirikan CNRM (organisasi payung ini resmi berdiri tahun 1988) Xanana dengan konsisten menempatkan dirinya sebagai figur nasional yang melampaui (beyond) Fretilin. Langkah pertama yang ia lakukan adalah memisahkan Falintil dari Fretilin. Dan ia sendiri mengundurkan diri dari Comité Central Fretilin (CCF). Kalau melihat konsistensinya selama ini maka dalam pemilu Dewan Konstituante 2001 dan Pemilu presiden pun, ia akan memposisikan diri beyond Fretilin.
Kendati demikian ia harus senantiasa memperhitungkan dukungan Fretilin, juga. Sebagai partai terbesar, Fretilin paling berpeluang memenangkan pemilu Konstituante. Suara mereka di parlemen nanti akan sangat mempengaruhi penyusunan dan penetapan konstitusi. Dengan demikian mereka berpeluang 'memainkan' konstitusi manakala merasa perlu mengganjal Xanana. Yaitu dengan cara menggolkan konstitusi yang isinya menyatakan bahwa kepala negara dipilih secara tak langsung. Kalau itu mereka lakukan maka merekalah yang menjadi faktor penentu dalam pemilihan kepala negara. Mereka bisa tidak memilih Xanana.
Yang lebih mungkin terjadi adalah Fretilin dan Xanana saling memperhitungkan dan tidak akan saling menjegal. Kalaupun di luar mereka tampak seperti sedang berkonfrontasi di dalam mereka saling mencari titik-temu. Sekali lagi, itu menjadi mungkin karena akar historis mereka yang saling menjalin.■(Tim LM).*
No comments:
Post a Comment